Bisnis roti bakar memang sudah biasa. Namun, belum tentu bisa bertahan lama. Madtari merupakan salah satu warung roti bakar yang cukup tua. Sejak 1999 hingga kini, Madtari masih memiliki pelanggan setia di Dago. Meski cuma warung roti bakar, Madtari bisa mencetak omzet ratusan juta.
Roti Bakar Edi boleh saja menjadi pilihan anak muda Jakarta menyantap roti di malam hari. Tapi di Bandung, Madtari bisa dibilang menjadi pilihan pertama untuk melahap roti bakar.
Madtari mengklaim sebagai roti bakar satu-satunya di Kota Kembang yang menggunakan selai blueberry. Menu roti spesial dengan campuran selai blueberry, kacang, dan taburan meses coklat membuat rasa roti bakar terasa asam manis.
Tidak hanya itu, rasa gurih dan asinnya didapat dari taburan keju yang menutup seluruh tumpukan roti. Pilihan lain adalah rasa roti keju susu dengan pelbagai macam pilihan rasa, seperti susu, coklat, kacang, dan roti rasa asin. Roti bakar rasa asin, yakni, roti dengan serutan keju pada tumpukan roti yang telah dibakar dengan taburan garam.
Makin larut malam, makin ramai pula pengunjung roti bakar Madtari di Jalan Dr. Oten 11, Dago. Salah satu kelebihan nongkrong di Madtari, selain santapan roti bakarnya, parkir dan tempatnya yang luas. Tidak perlu takut kehabisan tempat. Tak hanya memanfaatkan garasi gedung kuno berarsitektur gaya Belanda, setiap ruangan atau kamar telah disulap dengan kursi-kursi panjang berikut dengan meja. Tapi, dekorasi Madtari memang terbilang minim, tidak ada yang istimewa di warung roti bakar yang telah berdiri sejak tahun 1999 ini.
Menurut Manajer Madtari David Maidy, konsep layaknya warung kopi tetap dipertahankan. "Konsep seperti inilah yang membuat para pengunjung betah," kata David. Ia menambahkan, Madtari yang telah tiga kali berpindah tempat sudah terkenal sebagai roti bakar rakyat di Bandung.
Maksud roti yang merakyat: harga murah dan tempat yang apa adanya di pinggir jalan. Tengok saja, harga aneka roti mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 13.000 untuk menu spesialnya. Bosan dengan santapan roti, pisang bakar bisa jadi pilihan.
Pisang dibakar kemudian dilumuri selai sesuai selera dan tentu saja sebagai ciri khas dari Madtari, yaitu taburan kejunya. Harga pisang mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 10.000 per porsi. Jika malam telah tiba dan udara kian dingin, santapan yang lebih hangat kerap menjadi pilihan.
Misalnya saja, mi instan dengan telur plus minuman yang dapat menghangatkan tenggorokan. Wedang jahe kencod boleh jadi pilihan karena sudah pasti, selain dapat menghangatkan tubuh, juga mampu mengusir pusing. Harganya sudah pasti aman di kantong, mulai Rp 5.000 sampai Rp 11.000.
Menyasar konsumen kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai pelanggan, Madtari sukses meraup untung yang cukup wah. Setiap hari, Madtari menghabiskan 500 kg pisang dan 200 tangkup roti.
Di bulan biasa, omzet Madtari mencapai Rp 150 juta per bulan. Ketika musim libur, Madtari mampu mencapai omzet Rp 200 juta. Pendapatan yang besar ini didukung dengan pelayanan prima selama 24 jam.
"Meski makin banyak roti bakar di Bandung tapi Madtari tetap menjadi pilihan karena kami melayani dengan sungguh-sungguh." tutur David yang setahun belakangan ini mengaku, bisnis roti bakar kepunyaan pamannya ini kian pesat setelah berpindah tempat.
Dua cabang Madtari lainnya berlokasi di Dago, tepatnya Jalan Teuku Umar dan Jalan Suci. David bilang, tahun ini, Madtari hendak ekspansi ke Tasikmalaya.
Begitu juga dengan kehadiran roti bakar Bandung di kawasan seputar kampus USU atau Jalan Dr Mansyur Medan saat ini semakin diminati. Konsumennya kebanyakan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Ini karena kelezatan rasanya serta harganya yang murah.
Sejumlah pedagang roti bakar di lokasi itu mengaku, letak khas roti bakar Bandung pada rasanya, berbeda dengan roti bakar bisa yang isinya hanya mentega atau margarin ditambah coklat saja. Sedangkan roti bakar Bandung memiliki berbagai rasa mulai coklat, strawbery, blueberry, keju dan rasa lainnya yang dicampur dalam satu roti.
Fendi (35), pedagang roti bakar di Jalan Dr Mansyur Medan sengaja memilih lokasi dagangannya di situ karena pasarnya bagus. “Pelajar dan mahasiswa paling suka makan roti bakar dibanding nasi dengan lauk pauk. Selain harganya murah, bisa mengenyangkan perut,” kata Fendi.
Pedagang roti lainnya di Jalan Jamin Ginting Medan, Andi mengaku, untuk membuka usaha roti bakar harus berada di lokasi dekat kampus agar laris terjual. “Untuk awal usaha ini biasanya pemula mengeluarkan modal sekitar Rp1 juta. Omzet per hari bisa dapat Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Omzet meningkat pada akhir pekan,” ujarnya.
Namun, sambungnya, untuk prospek bisnis roti bakar Bandung dan roti lainnya harus mengandalkan lokasi strategis. “Sebab konsumen pelajar dan mahasiswa paling menyukai makanan roti bakar Bandung maupun burger. Mereka biasa menyantap roti bakar Bandung sambil santai bersama teman-temannya,” pungkas Andi. (fn/km/hsp) www.suaramedia.com
Tuesday, October 4, 2011
Profil Pengusaha Ayam Bakar Mas Mono
ayam bakar mas mono
Tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, seperti biasa sambil bermain dengan anak saya saya menonton pengajian Ustad Yusuf Mansyur. Biasanya di pengajian ustad yusuf disajikan contoh nyata dari orang yang berhasil baik dari kesulitan hidup maupun dari penyakit dengan kekuatan sedekah dan tentunya izin dari Allah. Pagi itu salah satu tokoh yang tampil adalah Mas Mono, pengusaha dan pemilik ayam bakar mas mono. Mas Mono termasuk orang yang sedekahnya luar biasa besar secara nominal ke yayasan ustad yusuf mansyur.
Tertarik dengan profil Mas Mono yang menjadi pengusaha sukses, saya mencoba googling di internet profil dan sejarah dari ayam bakar mas mono. Berikut saya copy pastekan.
Bekalnya ijazah SMA. Mengawali perjuangannya dengan menjadi office boy dan jualan roti pisang keliling. Namun hanya berselang delapan tahun Agus Pramono mampu menjadi juragan ayam bakar yang omsetnya ratusan juta perbulan.
Urip kaya cakra manggilingan, itu ungkpan para dihalang ketika mengupas filosofi hidup manusia. Artinya hidup ini ibrat roda yang berputar terkadang diatas terkadang dibawah. Filosofi hidup itulah yang dimaknai secara mendalam oleh Agus Pramono, Bos Ayam bakar Kalasan ( Mas Mono ) yang kini mempunyai tujuh outlet dan tersebar di berbagai wilayah di jakarta dan melayani jasa catering untuk Anteve, Trans TV dan TV7.
Sempat di tempa kerasnya hidup di ibukota selama lebih dari satu dasawarsa, akhirnya Mas Mono, dimekian akrab disapa oleh para pelanggannya, bisa menjadi juragan ayam bakar. Dalam sehari tak kurang dari 600 ekor ayam ia sajikan untuk para pelanggannya, yang terentang dari golongan bawah sampai atas.
Mono hijrah dari madiun ke jakarta pada tahun 1994, setamat dari sekolah menengah atas di kota brem tersebut. Di jakarta Ia bekerja sebagai karyawan restorant cepat saji California Fried Chicken sebagai coocker.
Tiga tahun kemudian atau 1997 ia keluar dari CFC, untuk memegang operasional rumah makan yang melayani jasa catering even-even khusus. kebetulan pada tahun itu, properti mengalami booming sehingga banyak sekali peluncuran perumahan-perumahan yang membutuhkan jasa catering. NAmun perjalanan hidup, tak ubahnya air yang pasang surut. akhir tahun 1997 atau awal 1998, krisis ekonomi mendera kawasan ASIA, termasuk Indonesia.Penyelenggaraan event-event yang semula booming, mulai lesu. Order yang mula antre, berubah total, nyaris tak ada satupun order yang masuk.
Mono masuk barisan dari jutaan penduduk Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk menyambung hidupnya, Mono menulis puisi dan membuat vinyet untuk dikirimkan kesejumlah Media masa. ” Supaya bisa dimuat, puisi maupun vinyet itu saya antar sendiri ke redaksi,” kata mono mengenang masa-masa susah dalam hidupnya.
Mono berusaha untuk melamar ke sejumlah perusahaan. Namun tidak ada satupun lamarannya yang membuahkan hasil. baru pada tahun 1998, dengan rekomendasi dari seorang temannya, mono diterima sebagai office boy di sebuah perusahaan konsultan. pekerjaan mono sehari-hari adalah menyapu, mengepel dan memfotocopi dokumen, namun, disela-sela mengerjakan tugas pokoknya tersebut, mono belajar untuk mengoperasikan komputer. setelah berhasil mengoperasikan komputer ia mencari hasil tambahan dengan melayani jasa pengetikan skripsi.
Meski sudah berusaha keras untuk mendapatkan hasil tambahan, tetapi tuntutan ekonomi berkembang jauh lebih pesat, sehingga mono merasa posisinya sebagi karyawan tidak bisa dipertahankan lagi. Ia berfikir untuk keluar dan memulai usaha sendiri.
Modal cekak membuatnya berfikir keras, usaha apa yang cepat mendatangkan uang sehingga bisa menambal kebutuhan sehari-hari. Terlintas dibenaknya untuk membuat warung makan seperti yang berada di dekat kantornya. Namun dengan uang Rp. 500rb di tangan jelas tidak cukup dijadikan modal untuk mendirikan warung makan.
Dengan dana yang ada usaha jualan pisang cokelat merupakan pilihan yang masuk akal. Ia membelanjakan sebagian dari uangnya untuk uang muka membeli gerobak dan sisanya untuk membeli bahan baku. mulailah mono mendorong gerobaknya dan menjajahkan pisang cokelatdari satu sekolah dasar ke sekolah dasar lainnya. “Setiap SD jam istirahatnya berbeda. Saya selalu berpindah-pindah menyesuaikan jam istirahat beberapa SD,” ujar Mono.
Di tengah kesulitan hidup, mono mengambil keputusan berani untuk menyunting pujaan hatinya, Nunung, yang kini telah memberinya buah hati Novita Anung Pramono. Pasangan muda ini hidup di satu kamar kontraakan dan tidur hanya beralaskan tikar tanpa kasur. agar sedikit empuk maka mono menganjal tikarnya dengan kardus-kardus bekas.
Profesi sebagai penjual pisang coklat masih ia geluti. kalau dagangannya masih sisa, maka pa sorenya ia ngetem di depan universitas Sahi. Untuk meringankan beban suaminya Nunung mengambil pekerjaan dari subkontraktor kardus sepatu. ” Saya kasihan sekali melihat istri kecapeaan setelah melipat-lipat kardus sepatu,” ungkap Mono.
Pada suatu hari di tahun 2000, Mono melihat ada lapak di depan Usahid yang tidak terpakai. Mimpinya untuk memiliki warung ayam bakar kaki lima kembali menyeruak. didukung istrinya yang jago memasak mono mulai beralih profesi menjadi penjual ayam bakar. Pertama kali jualan mono membawa 5 ekor ayam yang ia jadikan 20 potong. pada waktu itu yang laku hanya 12 potong, tetapi saya sudah sangat bersyukur. memiliki lapak saja saya merasa bermimpi, imbuhnya.
Kombinasi antara menu yang enak dan ketekunan, sedikit demi sedikit ayam bakar mas mono membuahkan hasil. hari demi hari, minggu berganti minggu, tahun beranjak tahun ayam bakarnya semakin laris. warungnya yang semula hanya menghabiskan lima ekor ayam sudah mampu menjual 80 ekor ayam per harinya. karyawan yang semula hanya satu orang bertambah menjadi beberapa orang.
“Meskipun warung saya hanya kaki lima, namun saya menerapkan standar operasional rumah makan besar. Karyawan memakai seragam, tidak memelihara kuku panjang, tidak berkumis dan tidak berjenggot,” terang mono.
Lantaran adanya standar tersebut, Warung mono menjadi terlihat berbeda dibanding warung kaki lima lain sehingga warung tersebut mengalami pertumbuhan pesat. Meski kondisi ekonomi semakin membaik, sang istri tidak tinggal diam. Sang istri berjualan nasi uduk di dekat sebuah kantor di jalan MT Haryono. warung nasi uduk yang buka antara pukul 06.00 – 10.00 pada saat itu sudah meraup omset 800 ribu perhari.
Agaknya jalan terang terus terhampar. setelah satu pelanggannya, presenter dunia lain Trans TV, menyarankan agar mono menawarkan jasa catering ke stasiun televisi tersebut. ternyata tanpa melalui peroses berliku-liku mono mendapat proyek itu, tak lama kemudian Anteve dan TV 7, memesan catering dari peria yang hobi memodifikasi sepeda motor ini.
Pada sisi lain, mono juga melakukan ekspansi warungya. Dari salah satu pelanggannya ia mendapatkan penawaran tempat di jalan Tebet raya No.57, meski hanya kecil. Di tempat ini mono hanya bisa menempatkan 2 bangku kecil, tetapi di luar dugaan pelayannya membludak sehingga mereka rela makan sambil berdiri. setelah sukses di tempat ini mono mengusung nama ayam bakar kalasan mas mono untuk jualannya. sebelumnya, ia tidak memakai merek untuk warungnya.
Untuk menampung pelanggannya mono kembali membka warung di jalan Tebet Timur Dalam. lagi-lagi warung ini juga dipenuhi oleh pelanggan. Bukan hanya pelanggan lama, tetapi juga pelanggan baru, tetapi juga pelanggan baru sehingga warung ini yang semula diniatkan menampung pelanggan lama, malah bisa memperluas pasar lagi. Kini keseluruhan warung Mas Mono mencapai tujuh. selain yang disebut di atas Mono juga memiliki warung di jalan Panggadegan Selatan Raya, Jalan pulo Nangka Barat II, jalan Inspeksi Saluran E 26 Kalimalang dan kampus ASMI pulo mas.
NAmun Mono sendiri mengaku sampai saat ini belum memiliki rumah dan mobil pribadi. Tiga mobil yang ia miliki adalah mobil operasional. sedang rumahnya masih kontrak. Namun sejatinya, dari omset satu bulan saja mono mampu membeli rumah ataupun mobil pribadi sekaligus.”Duitnya mengembangkan usaha Mas,” katanya seraya mengatakan dalam pengembangan usaha ia tidak pernah berhubungan dengan lembaga keuangan.
Sukses di mata mono tidak harus memiliki rumah mentereng atau mobil keren, melainkan apa yang menjadi kebutuhannya terpenuhi. “Mungkin orang lain memiliki pengertian lain tentang sukses adalah ketika seseorang bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya,” ujarnya kalem.
Kunci sukses, kata Mono, adalah penerapan dari kata-kata mutiara yang sering diucapkan oleh banyak orang “Dimana ada kemauan di situ ada jalan. mungkin kata-kata itu sangat sederhana dan mungkin setiap orang sudah tahu tentang itu. tetapi kalau benar-benar di terapkan bisa menuntun hidup seseorang kearah yang lebih baik. saya merasakan sendiri kebenaran kata-kata itu,” Tegas Mas Mono
Sumber: http://ayambakarmasmono.wordpress.com/sejarah-2/